Ads 468x60px

11 Jul 2013

Pengawasan Internal dan Kinerja





BAB I
PENDAHULUAN

Terselenggaranya pemerintahan yang baik memerlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas dan sah, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna, berhasil guna dan bertanggungjawab.

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang organisasi dan tata kerja departemen dalam negeri dan keputusan menteri dalam negeri nomor 164 tahun 2004 tentang organisasi Sub Bagian, Seksi dan Sub Bidang di lingkungan Departemen Dalam Negeri pada bab X Bagian Pertama pasal 442 Kedudukan Tugas dan Fungsi Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri adalah merupakan unsur pengawas fungsional di lingkungan departemen dalam negeri yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Dalam Negeri.

Salah satu bentuk pertanggungjawaban serta informasi kepada Menteri Dalam Negeri atas penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Inspektorat Jenderal adalah melakukan / melaksanakan kegiatan pengawasan internal pada lingkup kantor Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri.

Inspektorat jenderal departemen sebagai unsur pengawasan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada menteri, melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan departemen dan melakukan pembinaan pengawasan di lingkungan pemerintah daerah yang menjadi kewenangan menteri.

Pengawasan internal bertujuan menilai sistem pengendalian manajemen, efisien dan efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dalam rangka perbaikan dan atau peningkatan kinerja Itjen Depdagri.Seluruh kegiatan pengawasan internal harus merupakan upaya yang komprehensif dalam membangun sistem pengendalian intern pemerintah melalui pembangunan budaya dan etika manajemen yang baik, analisis dan pengelolaan resiko.

Berbagai penelitian telah dilakukan dalam mengevaluasi pentingnya pengawasan

internal (di antaranya Stern, 1994; Roth, 2000, 2002, 2003; Naggy dan Cenker, 2002; Gramling, Maletta, Scheneider, dan Church, 2004; Abdolmohammadi, Burnaby, dan Hass, 2006; Cooper, Leung, dan Wong, 2006; Hass, Abdolmohammadi, dan Burnaby, 2006; Yee et al., 2007; Hunton, Mauldin, dan Wheeler (2008), Hunton, Wright, and Wright (2003).

BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1.Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah Kantor Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri. Variabel penelitian terdiri dari dua (2), yaitu pengawasan internal dan kinerja. Pengawasan internal di Itjen Depdagri merupakan proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar organisasi Itjen Depdagri berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan, seperti pasal 1 ayat (1) Permendagri Nomor 2 tahun 2008. Pasal ini tentang pedoman pemeriksaan reguler di lingkungan Depdagri, yang menyatakan pemeriksaan reguler untuk selanjutnya disebut pemeriksaan adalah kegiatan untuk mengetahui dan menilai dengan cermat dan seksama mengenai sasaran dan obyek yang diperiksa serta dilakukan secara terjadwal.
Menilai dengan cermat dan seksama adalah membandingkan antara kondisi dan kriteria serta menganalisa penyebab, akibat dan rekomendasi perbaikannya.
Berdasarkan peraturan dan tujuan yang diharapkan, maka dikembangkan instrumen untuk mengukur pengawasan internal dengan enam (6) dimensi, yaitu program pengawasan internal, pelaksanaan, tindak lanjut, koordinasi, peningkatan kemampuan Aparat Pengawasan Internal (API), dan kondisi Sumber Daya Manusia (SDM). Kinerja ditjen diukur menggunakan tiga (3) dimensi, yaitu pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, pengelolaan SDM, dan pengelolaan sarana dan prasarana.

2.2.Responden Penelitian
Responden penelitian ini adalah pimpinan setingkat eselon II dan tingkat pelaksana. Pimpinan tingkat eselon II terdiri dari inspektur wilayah I dan sekretaris itjen. tingkat pelaksana (auditor) yaitu pengendali teknis, ketua tim dan anggota. Tidak semua pegawai yang ada di kantor Itjen Depdagri menjadi responden. Pemilihan responden dilakukan menggunakan konsep mogram Harry King. Perhitungan ukuran sampel yang dilakukan didasarkan atas kesalahan 10%.
Karena jumlah pegawai di kantor Itjen Depdagri adalah 234 orang, maka jumlah sampel yang diambil adalah 20% dari 234, yaitu 40 orang (Sugiono, 1998). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup sehingga hasil dari kuesioner ini dapat diukur secara kuantitatif. Pilihan jawaban untuk setiap item pertanyaan dalam kuesioner menggunakan skala likert.
Dengan pilihan jawaban “selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah.” Jumlah kuisioner yang akan disebarkan sebanyak 40 eksemplar, diberikan kepada para pejabat dan auditor yang melakukan pemeriksaan kantor Itjen Depdagri, dengan rincian 1 responden Inspektur Wilayah I, 1 responden sekretaris Itjen, 2 orang auditor ahli pengendali teknis, 6 orang auditor ahli ketua tim, dan 30 orang auditor ahli anggota.
Kuesioner sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya. Data yang terkumpul dari penyebaran kuesioner selanjutnya diolah menggunakan metode analisis jalur.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.Gambaran Umum Kantor IrJen Departemen Dalam Negeri
Obyek penelitian adalah Kantor Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri. Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri merupakan instansi yang bergerak pada bidang pengawasan (bagian administrasi pengaduan). Bagian ini memiliki jumlah pegawai sebanyak 234 orang yang terdiri 1 Inspektur Jenderal, 1 Sekretaris Inspektorat Jenderal, 4 Inspektur Wilayah, 4 Kepala Bagian, 41 Auditor Ahli Madya, 43 Auditor Ahli Muda, 20 Auditor Ahli Pertama, 8 Auditor Penyelia, 6 Auditor Pelaksana Lanjutan, 8 Kepala Sub Bagian dan 98 staf.
Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri merupakan komponen dibawah Menteri Dalam Negeri yang dipimpin oleh Inspektur Jenderal, dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri.
Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen. Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Departemen.
Untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut, Inspektorat Jenderal mempunyai fungsi sebagai beriikut :

a) penyiapan perumusan kebijakan pengawasan fungsional,
b) Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku,
c) Pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal.
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Jenderal Departemen DalamNegeri terdiri dari sekretaris inspektorat jenderal, inspektorat wilayah I, inspektorat wilayah II, inspektorat wilayah III, inspektorat wilayah IV, dan kelompok jabatan fungsional. Sekretariat Inspektorat Jenderal dipimpin oleh seorang sekretaris yang mempunyai tugas melaksanakan pembinaan teknis dan administrasi ke dalam semua unsur di lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri.
Dalam menyelenggarakan tugas, Sekretariat Inspektorat Jenderal mempunyai fungsi sebagai berikut :

a) Pengkoordinasian perumusan rencana program kerja pengawasan dan penyusunan anggaran inspektorat jenderal.
b) Pembinaan penyelesaian laporan hasil pemeriksaan dan pemantauan penyelesaian tindak lanjut pemeriksaan, pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, rumah tangga dan administrasi perjalanan dinas.
c) Pengumpulan, pengelolaan, analisis laporan hasil pengawasan dan penyajian laporan hasil pengawasan.
d) Pengelolaan urusan administrasi perencanaan, kepegawaian, keuangan, umum dan administrasi pengaduan serta evaluasi dan pelaporan.

Sekretariat Inspektorat Jenderal terdiri dari bagian perencanaan dan anggaran. Sekretariat Irjen mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pengendalian rencana, program kerja pengawasan dan fasilitas, menyusun anggaran, mengelola perpustakaan, menyiapkan rancangan peraturan perundang-undangan, standardisasi dan pedoman fasilitasi serta penyiapan laporan dan statistik Inspektorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas tersebut Bagian Perencanaan dan Anggaran menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a) Pengkoordinasian penyiapan rencana dan program kerja pengawasan dan fasilitasi.

· Penyusunan anggaran inspektorat jenderal.

· Pelaksanaan urusan dokumentasi dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dan standardisasi yang berkaitan dengan pengawasan serta penyusunan pedoman fasilitasi.

· Pengelolaan perpustakaan inspektorat jenderal.

· Penyiapan laporan dan statistik inspektorat jenderal

b) Bagian evaluasi laporan pengawasan, mempunyai tugas melaksanakan administrasi, inventarisasi, analisa, evaluasi, pengkajian laporan hasil pemeriksaan dan menyusun laporan evaluasi hasil pengawasan fungsional dan kerjasama pengawasan.
Bagian Evaluasi Laporan Pengawasan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
· Penginventarisasian hasil pengawasan dan tindak lanjut hasil pengawasan.
· Koordinasi evaluasi laporan hasil pengawasan.
· Penyusunan laporan hasil evaluasi pengawasan dan kerjasama pengawasan.
· penyusunan statistik hasil pengawasan.
· penyusunan rencana kerjasama pengawasan.
· Penyelenggaraan kerjasama pengawasan.
c) Bagian administrasi dan pengaduan, mempunyai tugas pengelolaan kepegawaian, pengelolaan administrasi jabatan fungsional auditor, urusan tata usaha surat-menyurat dan urusan pengaduan.
Bagian Administrasi dan Pengaduan menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
· Pengelolaan urusan tata usaha surat-menyurat dan kearsipan.
· Pengelolaan administrasi, inventarisasi, pengkajian, analisis pelaporan, pengkoordinasian, monitoring dan pemutakhiran data hasil pemeriksaan pengaduan.
· Pengelolaan urusan kepegawaian.
· Pengelolaan administrasi tenaga fungsional auditor.
Bagian umum menyelenggarakan fungsi pengelolaan urusan perlengkapan dan rumah tangga, dan pengelolaan urusan keuangan. Inspektorat Wilayah I mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah, Inspektorat Jenderal serta penyelenggaraan pemerintahan daerah di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi dan Sumatera Selatan.
Inspektorat Wilayah I menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. Perencanaan program pengawasan di wilayah I.
b. Pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan fungsional.
c. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah.
d. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
e. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.

Inspektorat Wilayah II mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum, Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik, Badan Penelitian dan Pengembangan serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Propinsi Lampung, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, D.I. Yogyakarta dan Banten.
Lebih detil, tugas yang menjadi tanggung jawab Inspektorat Wilayah II adalah merencanakan program pengawasan di wilayah II, mengkoordinasikan pelaksanaan pengawasan fungsional, merumuskan kebijakan dan fasilitasi pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah, pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan, serta pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.
Inspektorat Wilayah III, mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Direktorat Jenderal Bina Pembanguan Daerah, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Propinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur. Dalam melaksanakan tugas tersebut Inspektorat Wilayah III menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. Perencanaan program pengawasan di wilayah III.
b. Pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan fungsional.
c. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah.
d. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
e. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.
Inspektorat Wilayah IV mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Direktorat Jenderal Administrasi Kependudukan, Badan Pendidikan dan Pelatihan serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Papua dan Irian Jaya Barat.
Dalam melaksanakan tugas tersebut Inspektorat Wilayah IV menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :
a. Perencanaan program pengawasan di wilayah IV.
b. Pengkoordinasian pelaksanaan pengawasan fungsional.
c. Perumusan kebijakan dan fasilitasi pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah.
d. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
e. Pemeriksaan, pengusutan, pengujian dan penilaian tugas pengawasan.
Pelaksanaan tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen Dalam Negeri terhadap pelaksanaan kebijakan menteri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik di lingkungan kantor pusat maupun di daerah dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menjadi lebih luas, yaitu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

3.2.Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
Pengawasan internal diukur menggunakan 6 dimensi, yaitu program, pelaksanaan, rekomendasi atau tindak lanjut hasil pemeriksaan, koordinasi pelaksanaan, peningkatan kemampuan aparat pelaksana pengawasan, dan kondisi sumber daya. Varibel kinerja diukur menggunakan tiga (3) dimensi, yaitu pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, pengelolaan sumber daya, dan pengelolaan sarana dan prasarana. Validitas instrumen penelitian diukur menggunakan korelasi product moment Pearson. Sebanyak lima (5) indikator digunakan untuk mengukur program.
Semua indikator memiliki validitas yang sangat tinggi dalam mengukur program, yaitu dengan nilai signifikansi 0.000.
Kelima indikator yang digunakan mengukur pelaksanaan pengawasan juga memiliki validitas yang sangat tinggi. Semua indikator lainnya juga memiliki validitas yang sangat tinggi dalam mengukur dimensi yang bersesuaian, kecuali pernyataan adanya kemampuan pengaasan semua kegiatan dalam satuan kerja per tahun (signifikansi 0.001), ketaatan pemeriksa mengikuti pedoman pelaksanaan pemeriksaan (signifikansi 0.001), adanya dorongan bagi instansi yang diperiksa untuk mengusahakan tindak lanjut (signifikansi 0.006), dan penyampaian hasil pemeriksaan kepada sekretariat Itjen (signifikansi 0.040).
Tiga pernyataan pertama dapat dikategorikan memiliki validitas tinggi, karena signifikan pada taraf nyata 1%, dan pernyataan terakhir memiliki validitas yang cukup karena signifikan pada taraf nyata 5%. Dapat disimpulkan dengan demikian, bahwa ke-40 indikator yang digunakan untuk mengukur enam (6) dimensi pengawasan internal dan 3 dimensi kinerja memiliki validitas tinggi, dan dapat digunakan selanjutnya sebagai instrumen penelitian.
Pengukukan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan menggunakan metode Alpha Cornbach. Ditemukan bahwa semua indikator memiliki reliabilitas yang tinggi sebagai instrumen penelitian. Dimensi program, pelaksanaan, rekomendasi atau tindak lanjut hasil pemeriksaan, koordinasi pelaksanaan, peningkatan kemampuan aparat pelaksana pengawasan, dan kondisi sumber daya secara berturut-turut memiliki nilai Alpha Cornbach sebesar 0.863, 0.645, 0.481, 0.635, 0.752, dan 0.532. Dimensi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, pengelolaan sumber daya, serta pengelolaan sarana dan prasarana secara bertutur-turut memiliki nilai Alpha Cornbach sebesar 0.834, 0.864, dan 0.806.
3.3.Deskripsi Responden
Karakteristik responden dapat dilihat dari bervariasinya tingkat usia, masa kerja, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan kepangkatan. Dilihat dari usia, persentase terbesar responden (60%) mempunyai usia antara 41-50 tahun, lainnya sejumlah 25% mempunyai usia 31-40 tahun dan 12.5% mempunyai usia lebih dari 50 tahun, sedangkan sisanya 2.5% berusia antara 20-30 tahun. Pada umumnya responden sudah berada pada usia matag bekerja. Sebagian besar dari responden sudah bekerja lebih dari 10 tahun di kantor yang sama. Sebanyak 70% responden mempunyai masa kerja lebih dari 16 tahun, sisanya mempunyai masa kerja antara 11-15 tahun, 6-10 tahun, dan kurang dari 5 tahun secara berturut-turut sebesar 15%, 12.5%, 2.5%.
Responden juga memiliki level pendidikan yang cukup baik. Sejumlah 50% responden mempunyai tingkat pendidikan S1/sederajat, tetapi masih ada sejumlah 22.5% responden dengan level pendidikan terakhir SMA/sederajat. Sebanyak 15% responden mempunyai tingkat pendidikan terakhir S2 serta 12.5% mempunyai tingat pendidikan DIII/sederajat. Dilihat dari jenis kelamin, sebanyak 75% responden adalah laki-laki. Sejumlah 72.5% responden mempunyai golongan III, dan sisanya mempunyai golongan IV.
3.4.Pengujian Hipotesis
Pengawasan atau audit kinerja sangatlah penting sebagai instrumen untuk menciptakan akuntabilitas publik dan memperbaiki kinerja organisasi. Tanggung jawab pengelolaan program, kegiatan dan fungsi organisasi secara ekonomis, efisien dan efektif terletak pada manajemen. Selanjutnya manajemen, dalam hal ini Inspektur Jenderal bertanggungjawab untuk memberikan laporan kinerja atas pelaksanaan program, kegiatan dan fungsi organisasi kepada publik.
Dalam rangka meminimalkan dan mengantisipasi timbulnya organisasi yang menyimpang dan tidak akuntabel, maka diperlukan sistem akuntabilitas publik yang baik. Untuk menciptakan proses akuntabilitas yang baik diperlukan saluran pertanggungjawaban yang tersistem dengan baik sehingga mampu mencegah berbagai bentuk penyimpangan yang mungkin terjadi (Mulgan, 1997). Salah satu fungsi yang harus ada dalam proses akuntabilitas publik tersebut adalah fungsi pemeriksaan atau pengauditan yang dilakukan oleh pihak auditor dalam hal ini perlu adanya pengawasan internal yang dilakukan oleh auditor.
3.5.Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pelaksanan Tugas
Dampak pengawasan internal pertama dievaluasi terhadap kinerja pelaksanaan tugas aparat pemeriksa. Menggunakan perangkat lunak Lisrel, dihasilkan model struktural pengaruh keenam dimensi pengawasan internal terhadap kinerja pelaksanaan tugas aparat pemeriksa. Dilihat dari nilai signifikansi 1.000 dan RMSEA 0.000, model memiliki validitas yang tinggi terhadap data.
Hasil menunjukkan bahwa dimensi program, tingkat, dan kelolSDM mempunyai koefosien estimasi yang negatif terhadap kinerja pelaku tugas. Dihasilkannya koefisien negatif dari program terhadap pelaku tugas agak mengherankan, karena dengan demikian dapat dinyatakan bahwa “penetapan jumlah satuan kerja objek pemeriksaan,” ”penetapan tujuan pengawasan yang bersamaan dengan perencanaan program,” ”penetapan target yang harus dicapai pada periode tertentu,” ”pembuatan sasaran strategis pengawasan yang diprogramkan,” dan ”penetapan target yang harus diperoleh berdasarkan sasaran strategis pengawasan” dapat menurunkan kinerja pelaksanaan tugas pemeriksa.
Demikian halnya dengan ditemukannya koefisien estimasi negatif dari tingkat ke pelaku tugas. Peningkatan kemampuan aparat, yang diukur menggunakan indikator ”proses penerimaan pegawai yang mematuhi peraturan,” ”diadakannya pendidikan/latihan khusus, ” dan ”diadakannya pendidikan/latihan khusus secara terusmenerus” malah akan menurunkan kinerja pelaksanaan tugas. Dimensi kondisi SDM (kelolSDM), yang diukur menggunakan indikator ”penyediaan anggaran dalam pelaksanaan pengawasan” dan ”kecukupan jumlah pegawai untuk melaksanakan pengawasan” bahkan akan menurunkan kinerja pengawasan lebih besar lagi.
3.6.Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pengelolaan SDM
Model pengawasan internal terhadap kinerja SDM juga sangat sesuai dengan data, dilihat dari nilai signifikansi sebesar 1.000 dan RMSEA sebesar 0.000. Berbeda dengan pengaruh pengawasan internal terhadap kinerja SDM, meskipun masih ada dimensi yang mempunyai koefisien estimasi negatif (seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2), tapi sudah berkurang satu. Pada model ini, hanya dimensi program dan kondisi SDM yang mempunyai koefisien estimasi negatif. Koefisiennya juga lebih kecil, tetapi tetap saja penemuan ini agak janggal.
3.7.Pengawasan Internal terhadap Kinerja Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Model pengawasan internal dengan kinerja pengelolaan sarana dan prasarana memiliki validitas konstruk yang tinggi juga, dilihat dari nilai signifikansi yang sebesar 1.000 dan RMSEA sebesar 0.000. Dalam model pengawasan internal terhadap kinerja pengelolaan sarana dan prasarana ditemukan hasil yang sejalan dengan model kinerja pelaksanaan tugas pemeriksaan. Sebanyak tiga (3) dimensi, yaitu dimensi pelaksanaan program, peningkatan kemampuan aparat pemeriksa, dan kondisi SDM, mempunyai koefisien estimasi negatif.
Peningkatan pelaksanaan program, peningkatan kemampuan aparat pemeriksa, dan kondisi SDM akan menurunkan kinerja pengelolaan sarana dan prasarana.
Dimensi pelaksanaan pengawasan, rekomendasi/tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan koordinasi pengawasan memberikan pengaruh positif pada kinerja. Penetapan jumlah satuan kerja objek pemeriksaan, penetapan tujuan pengawasan yang bersamaan dengan perencanaan program, penetapan target yang harus dicapai pada periode tertentu, dan pembuatan sasaran strategis pengawasan yang diprogramkan sebelum pelaksanaan pengawasan akan meningkatkan kinerja pengawasan.
Secara umum, pengaruh negatif pegnawasan internal terhadap kinerja didukung oleh Hunton, dkk. (2008; 2003). Pengawasan yang terus menerus bukan meningkatkan kinerja manajer tetapi malah menurunkan kinerja mereka.
Hal ini terjadi karena pengawasan secara terus menerus akan mengakibatkan manajer takut melakukan aktivitas yang beresiko yang kemungkinan dapat meningkatkan kinerja. Di sisi lain, hasil ini bertentangan dengan teori yang sudah ditemukan oleh Stern, 1994; Roth, 2000, 2002, 2003; Naggy dan Cenker, 2002; Gramling, Maletta, Scheneider, dan Church, 2004; Abdolmohammadi, Burnaby, dan Hass, 2006; Cooper, Leung, dan Wong, 2006; Hass, Abdolmohammadi, dan Burnaby, 2006; Yee et al., 2007, Mihret dan Yismaw, 2007). Tetapi mesikupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa studi nilai tambah pengawasan internal perlu dilakukan dalam konteks yang terdefinisi, karena variable spesifik bagi masing-masing organisasi menentukan profil nilai tambah yang sesuai dari pengawasan internal. Pola pengklasifikasian nilai tambah atribut pengawasan internal didasarkan pada konteks yang akan memungkinkan prediksi yang lebih baik arah pengembangan pengawasan internal dan study of value-added Extending this peningkatan pemahaman paradigma pengawasan internal yang baru.

PENUTUP
Kesimpulan
Pengawasan internal berpengaruh terhadap kinerja inspektorat jenderal departemen dalam negeri. Program pengawasan internal dan kondisi sumber daya berpengaruh negatif terhadap kinerja pengawasan, baik pada kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, pengelolaan SDM, dan pengelolaan sarana dan prasarana.
Pelaksanaan pengawasan, rekomendasi/tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan koordinasi pengawasan berpengaruh positif pada kinerja pengawasan, baik pada kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, pengelolaan SDM, dan pengelolaan sarana dan prasarana.
Peningkatan kemampuan aparat pengawasan internal berpengaruh positif pada kinerja pengelolaan SDM, tetapi berpengaruh negatif pada kinerja pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dan pengelolaan sarana dan prasarana.
Saran
Hasil yang berbeda yang ditemukan pada penelitian ini, yaitu pengaruh negatif pelaksanaan tugas pokok dan fungsi, pengelolaan SDM, dan pengelolaan sarana dan prasarana terhadap kinerja pengawasan, kemungkinan besar disebabkan tidak mencukupinya data yang dikumpulkan.
Responden penelitian ini hanya 40 orang, jumlah yang tidak mencukupi untuk dianalisis menggunakan model struktural.
Dibutuhkan data sebanyak empat (4) atau lima (5) kali jumlah indikator jika data menyebar normal, atau sekitar 10 kali jika tidak menyebar normal (Joresborg, 1996). Penelitian lanjutan dengan demikian dapat dilakukan untuk menyempurnakan model dengan menggunakan semua pegawai Itjen Depdagri, yaitu sebanyak 234 orang.

0 Perbincangan:

Posting Komentar

- Sebelum berkomentar diharapkan untuk di like dulu yahh
- Berkomentarlah yang sopan
- TERIMA KASIH ATAS MASUKAN YANG DIBERIKAN